UPPKHKedungwaringin: Artikel
Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts

Sunday, May 15, 2016

Jumlah Peserta Program Keluarga Harapan di Jawa Barat 2016 Ditambah


POJOKJABAR.com, BANDUNG – Kementerian Sosial (Kemensos) menambah jumlah peserta Program Keluarga harapan (PKH) di Jawa Barat sebanyak 460 ribu keluarga sangat miskin (KSM) yang menjadi sasaran program tersebut. Sehingga, sekitar satu juta KSM di Jabar akan mendapat bantuan pendidikan dan kesehatan dari pemerintah.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, secara nasional jumlah peserta PKH saat ini berjumlah sekitar 3,5 juta KSM. Pada tahun ini, rencananya akan ditambah sebanyak 2,5 juta KSM sebagai sasaran PKH.
Sehingga secara nasional terdapat enam juta KSM yang akan menerim bantuan dari pemerintah. “(Jumlah tersebut) dari hasil validasi data dari Kemensos, pemprov, pemerintah kabupaten/kota, dan lain-lain. Di jabar sendiri akan ada 420 ribu KSM lagi yang menjadi sasaran PKH,” kata Khofifah usai pembukaan Annual Summit Program Keluarga Harapan Jabar, di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Kamis (12/5).
Dia melanjutkan, PKH adalah sebuah program atau upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Bantuan dan pendampingan akan diberikan kepada KSM yang menjadi target sasaran program tersebut.
Menurutnya, terdapat dua komponen yang diberikan dalam PKH, yakni kesehatan dan pendidikan. Komponen kesehatan diberikan kepada ibu hamil dan balita dengan jumlah bantuan sebesar Rp 1,2 juta per orang.
Komponen pendidikan diberikan kepada murid sekolah dasar sebesar Rp 450 ribu, pelajar SMP Rp 750 ribu, dan SMA Rp 1 juta. Dalam setiap tahunnya, bantuan itu akan diberikan dalam empat kali pencairan.
Dia mengaku, pada tahun ini Kemensos menganggarkan sekitar Rp 9,98 triliun untuk PKH. “Namun (program ini) harus diintegerasikan dengan lembaga lain. PKH harus mendapat prioritas intervensi program rutilahu. Kita juga harus dorong PKH bisa mandiri selama lima tahun. Mata rantai kemiskinan bisa diputus kalau bisa mandiri,” ujarnya.
Selain menambah peserta PKH, pihaknya pun tahun ini menambah jumlah pendamping PKH sebanyak 11 ribu pendamping. Saat ini telah ada 15 ribu pendampaing yang sudah betugas membantu para KSM agar bisa hidup lebih mandiri.
“Dengan penambahan ini akan lebih efektif. Karena idealnya satu pendamping melayani 100-200 KSM. Tapi sekarang masih ada yang melayani 400-450 KSM,” katanya.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, mulai 2017 mendatang, bantuan PKH akan diintegerasikan dengan program rutilahu. “Kita integerasikan dengan program rutilahu. Boleh jadi peserta PKH rumahnya tidak layak huni, kita intervensi dengan program rutilahu,” katanya di tempat yang sama.
Heryawan menyebut, program rutilahu di Jabar sempat terhenti karena aturan perundang-undangan. Namun, mulai tahun depan pihaknya berjanji akan membangun kembali ribuan rutilahu di seluruh Jabar.
“Tahun depan kita mulai lagi bangun rutilahu. Kita bisa selesaikan 30 ribu rutilahu tahun 2017 mendatang,” ujarnya.
Heryawan menambahkan, saat ini peserta PKH di Jabar sekitar 700 ribu KSM. Dengan ditambahnya jumlah peserta PKH sebanyak 420 ribu, maka terdapat satu juta peserta PKH di provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 46 juta jiwa ini. “Anggaran yang telah disalurkan ke Jawa Barat telah mencapai kurang lebih Rp 499 miliar,” pungkasnya. (agp)

Wednesday, March 9, 2016

Download Laporan bulanan Lapbul Pendamping PKH

Gambar: Ilustri penulis
 
Tugas Rutin Pendamping PKH
- Melakukan Pemutakhiran Data
- Melakukan kegiatan verifikasi pelaksanaan kewajiban peserta PKH
- Memfasilitasi dan menyelesaikan kasus Pengaduan, dengan cara menerima, mencatat, menyelesaikan, maupun memfasilitasi ke tingkat yang lebih tinggi untuk mendapatkan solusi.
- Melakukan kunjungan ke rumah Peserta PKH yang tidak hadir dalam pertemuan kelompok dan atau yang tidak memenuhi komitmen
- Melakukan koordinasi dengan aparat setempat
- Melakukan koordinasi dengan Penyedia Layanan Kesehatan dan Pendidikan, yang dilaksanakan minimal satu sekali dalam sebulan di unit pelayanan (sekolah/ puskesmas yang dipilih secara rotasi atau berdasarkan kemudahan akses.
- Melakukan pertemuan kelompok bulanan dengan seluruh anggota peserta PKH

Tugas Pencatatan dan Pelaporan :

1. Tugas Pencatatan

Setiap aspek kegiatan dalam PKH perlu dicatat, dilaporkan dan ditindaklanjuti agar proses pengendalian, keberlangsungan dan pengembangan program dapat berjalan sesuai tujuan dan sasarannya. Bentuk pencatatan disesuaikan dengan formulir/format yang telah ditentukan.

A. Catatan Harian Pendamping PKH

Berisi catatan seluruh kegiatan Pendamping PKH setiap bulannya, termasuk kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan tugasnya

B. Catatan Kegiatan Mingguan atau Check-list Kegiatan Pendamping PKH (CKP)

Berisi kegiatan Pendamping PKH setiap bulannya yang ditandatangani dan dicap oleh petugas instansi terkait. Check-list kegiatan Pendamping PKH menjadi dasar dalam pembuatan laporan bulanan.

2. Tugas Pelaporan

Rencana dan realisasi kegiatan Pendamping PKH wajib dilaporkan kepada UPPKH Kabupaten/Kota secara rutin tiap bulan dengan menggunakan format laporan yang telah ditentukan

Nah pad point terakhir adalah kewajiban seorang pendamping PKH adalah wajib melaporkan Kegiatannya selama setiap bulan, dimana laporan itu adalah sifatnya wajib bagi setiap pendamping, apabila tidak memenuhi kewajiban tersebut, siap-siap aja sang pendamping mendapat Free Kick ...hehehe..

Untuk meringankan hal tersebut Mimin coba berbagi neh perihal laporan Bulanan tersebut,.semoga membantu yah teman-teman pendamping...semangattttt

Link download ada pada akhir artikel ini
terimakasih atas perhatiannya


salam sukses


Link Download langsung : 


atau  mirror link






Demi kenyamanan bersama, file terprotect/terpasword mohon hubungi admin.. :)

Mensos: Jangkauan PKH akan terus diperluas

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan jangkauan Program Keluarga Harapan (PKH) akan terus diperluas dengan menambah jumlah peserta program.
"Program ini akan terus mendapatkan perluasan. Bahkan Presiden sudah memberikan sinyal pada sidang kabinet yang lalu kalau program ini akan diperluas," katanya di Sumenep, Jawa Timur, Sabtu (9/1).
Hal itu disampaikan Mensos setelah meninjau tiga rumah penerima PKH di Kabupaten Sumenep. Pada peninjauan tersebut Mensos juga memberikan paket sembako kepada mereka.
Perluasan PKH dilakukan karena program tersebut menurut survei Bank Dunia merupakan satu-satunya program yang dapat mempersempit "ghini ratio" (tingkat kesenjangan) dan memutuskan rantai kemiskinan.
Menurut Khofifah, rencana Presiden untuk melakukan perluasan penjangkauan PKH sampai 1 persen dari PDB seperti suksesnya Brasil dalam menurunkan angka kemiskinan.
"Kalau satu persen dari PDB itu bisa meluaskan sampai Rp110 triliun padahal tahun ini baru mencapai Rp9,9 triliun dan tahun kemarin baru Rp5,6 triliun," tambah dia.
Pada 2015, jumlah peserta PKH sebanyak 3,5 juta dan akan diperluas menjadi 6 juta peserta pada 2016. 
Signifikannya PKH dalam memutus rantai kemiskinan dan mempersempit "ghini ratio" maka program-program komplementaritas akan dimaksimalkan oleh Kemensos.
Antara lain adalah penerima PKH juga akan menerima program rumah tinggal layak huni (rutilahu), maka pada 2016 sebanyak 70 persen program rutilahu diprioritaskan untuk penerima PKH dan 70 persen program Kube diprioritaskan untuk PKH.
"Sehingga pengintegrasian dari seluruh intervensi program penanganan fakir miskin itu akan diprioritaskan pada penerima PKH," ujar Khofifah. (Ant)

Monday, November 9, 2015

Selamat Hari Pahlawan Tahun 2015

"Perjuangan melawan para penjajah memanglah sangat sulit namun perjuangan melawan bangsamu sendiri adalah hal yang lebih sulit."

“Tanpa semangat, secanggih apapun senjata yang kamu pergunakan tidak ada apa-apanya tapi dengan semangat yang membara sebatang bambu runcing bisa membuat kita meraih kemerdekaan.”

“Jika rasa takut dan malu dalam kebaikan tidak hilangkan maka yakinlah bawa kemajuan hanyalah angan yang tidak akan menjadi kenyataan.”

“Ketika moral generasi masa depan hancur maka tunggulah kehancuran bangsa.”

“Percayalah akan potensi yang kalian miliki dan tanamkanlah rasa saling peduli untuk negeri yang kita cintai.”

“Berkacalah pada sejarah yang telah terukir indah dan berhentilah menatap masa depan dengan mata yang buta.”

“Lihatlah masa depan bangsa dengan cara melihat generasi masa depan.”

“Ketika anda berkaca terhadap sejarah perjuangan para pahlawan maka ciptakanlah sejarah baru agar bisa di kenang oleh generasi yang akan datang sebagai cerminan keindahan.”

“Garuda adalah lambang negara indonesia yang memberikan gambaran untuk para pemuda dan pemudi indonesia sebagai sayapnya. Kibarkanlah sayapmu wahayai generasi bangsa dan jungjung tinggilah harkat dan martabat negeri tercinta kita.”
sumber: dari berbagai sumber 

Friday, August 15, 2014

Selamat Hari Jadi Kabupaten Bekasi Ke-64

PKH KEDUNGWARINGIN - Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan rakyat, memperkuat anggap eksatologis ramalan Jayabaya (buku “Jangka Jayabaya”, mengungkapkan :”…suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara yang akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah sebentar yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai Ratu Adil yang kelak akan melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan…”

Pada awalnya, penaklukan Jepang terhadap Belanda disambut dengan suka cita, yang dianggap sebagai pembebas dari penderitaan. Rakyat Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap ketika Jepang mengijinkan pengibaran Sang Merah Putih dan dinyanyikannya lagu Indonesia Raya. Namun kegembiraan rakyat Bekasi hanya sekejap, selang seminggu pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah Putih dan lagu Indonesia Raya. Sebagai gantinya Jepang memerintahkan seluruh rakyat Bekasi mengibarkan bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemaksaan ini, Jepang memulai babak baru penindasan, yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua”.

Kekejaman tentara Jepang semakin kentara, ketika mengintruksikan agar seluruh rakyat Bekasi berkumpul di depan kantor tangsi polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung bernama Mahbub, yang ditangkap karena disuga sebagai mata-mata Belanda dan menjual surat tugas perawatan kuda-kuda militer Jepang. Hukum pancung ini sebagai shock theraphy agar menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi rakyat Bekasi. Bala tentara Jepang juga memberlakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di Bekasi Gun dicatat, dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer Jepang. Bukan saja untuk keperluan sehari-hari tapi juga untuk keperluan jangka panjang, dalam rangka menunjang Perang Asia Timur Raya.

Akibatnya, rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan, keadaan ini makin diperparah dengan adanya “Romusha” (kerja rodi). Pemerintah militer Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan dengan memaksa para pemuda Bekasi untuk belajar semangat bushido (spirit of samurai), pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang). Para pemuda dididik melalui kursus atau dengan melalui pembentukan Seinendan, Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA), yang kemudian langsung ditempatkan kedalam organisasi militer Jepang.

Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi mengorganisasikan diri dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), yang didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Mesjid Al –Muwahiddin, Bekasi, para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum dan pemuda “pasar” yang buta huruf. Awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia meninggal 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini. Hingga awal kemerdekaan BPIB memiliki anggota yang banyak, markasnya di rumah Hasan Sjahroni, di daerah pasar Bekasi, banyak anggotanya kemudian bergabung ke-BKR dan badan perjuangan yang dipimpin oleh KH Noer Alie. GPIB banyak memiliki Cabang antara lain, GPIB Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB Daerah Ujung Malang (KH Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali, GPIB Kranji (M. Husein Kamaly) dan GPIB Cakung (Gusir) berdirinya kabupaten Bekasi. Berdasarkan aturan hukum pada saat itu dan melihat kegigihan rakyat memperjuangkan aspirasinya untuk membentuk suatu pemerintahan tersendiri, setingkat Kabupaten, mulailah para tokoh dan rakyat Bekasi berjuang agar pembentukan tersebut dapat terealisasikan. Awal tahun 1950, para pemimpin rakyat diantaranya R. Soepardi, KH Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat Rakyat Bekasi”, dan mengadakan rapat raksasa di Alun-alun Bekasi (17 Januari1950), yang dihadiri oleh ribuan rakyat yang datang dari pelbagai pelosok Bekasi, dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17 Januari”, yang antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi, tuntutan itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A. Sirad) dan Asisten Wedana Bekasi (R. Harun).

Usulan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta, dan menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi “Kabupaten Bekasi”, persetujuan ini semakin kuat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 1950 tentang : Pembentukan Kabupaten-kabupaten di lingkungan Provinsi Jawa Barat, serta memperhatikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1950 tentang berlakunya undang-undang tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pemerintah Daerah pada saat itu, yaitu UU No.22 Tahun 1948. Selanjutnya, ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bekasi, bahwa tanggal 15 Agustus 1950 sebagai HARI JADI KABUPATEN.

Wednesday, July 30, 2014

Gagasan Bung Hatta dalam Membangun desa

Akhir-akhir ini, seiring dengan pembahasan RUU Desa, orang mulai berbicara kembali soal pembangunan desa. Banyak gagasan bermunculan soal bagaimana membangun desa ini. Salah satunya: gagasan kembali ke desa.
Jauh sebelum kemerdekaan, tepatnya antara 1935-1941, ketika hidup di tengah pembuangan di Digul dan Banda Neira, Bung Hatta sudah menulis banyak soal pembangunan desa. Gagasan Bung Hatta itu tertuang dalam salah satu tulisannya di buku “Beberapa Fasal Ekonomi”.
Hatta membuka uraiannya dengan membahas desa dan kota. Katanya, perbedaan desa dan kota di Indonesia sangat berbeda dengan konsep barat. Salah satu perbedaan utamanya adalah soal kemunculan kota. Di Indonesia, kata Bung Hatta, kota tidak muncul dari proses kemajuan dari masyarakat, melainkan karena tindakan ekonomi dari luar: kolonialisme Belanda.
Dengan demikian, sebagai konsekuensinya, kota-kota di Indonesia sangat terbuka dengan pengaruh dari luar, bahkan mengekorinya. Akibatnya, perbedaan antara desa dan kota pun sangat timpang.
Padahal, jaman itu—sampai sekarang, sebagian besar penduduk Indonesia berada atau bertempat tinggal di desa. Jika diambil perbandingan jaman itu, sekitar 70-80% penduduk Indonesia berada di desa.
Saat itu, selain digerakkan oleh pertanian dan kerajinan, ekonomi desa juga digerakkan oleh perkebunan-perkebunan kolonial. Sebagian masyarakatnya juga adalah separuh kaum tani dan separuh buruh.
Akan tetapi, desa memegang peranan penting: penghasil bahan makanan paling utama. Sementara kota hanya menghasilkan barang berupa pakaian, perhiasan, dan perdagangan.
Saat itu, kata Bung Hatta, tujuan utama penjualan hasil produksi kota adalah desa. Dengan demikian, tingkat kemakmuran rakyat desa sangat mempengaruhi tingkat permintaan terhadap barang-barang produksi dari kota. Artinya: jika orang desa hidup miskin, maka orang kota akan kehilangan pasar.
Di sinilah, saya kira, Bung Hatta berusaha menyimpulkan adanya keterikatan yang sangat rapat antara kehidupan rakyat di desa dan di kota. Di sini pula, menurut saya, Bung Hatta berusaha mencari keterkaitan antara perekonomian desa dan kota.
Jaman itu, sebagian besar produksi Indonesia adalah untuk ekspor. Tapi, seperti ditegaskan oleh Bung Hatta, semuanya itu diproduksi oleh onderneming yang ada di desa-desa. Sementara orang kota hanya kecipratan nilai tambah dari kegiatan transportasi: kereta api, mobil, dan pelabuhan.
Di sini muncul semacam paradoks. Kehidupan orang di desa, jaman itu, sangat sederhana: hanya soal makanan dan (mungkin) sandang. Hal ini berpengaruh pada standar biaya hidup yang sangat rendah pula. Sementara kehidupan di kota sangat mahal, karena ada keharusan membayar ongkos makan, sewa rumah, penerangan, transfortasi, dan lain-lain.
Ini menjadi masalah: orang kota perlu menjual barangnya hingga habis, bahkan dengan harga tinggi, supaya bisa menopang biaya hidupnya. Sementara orang desa tidak memerlukan daya beli yang tinggi untuk menopang hidupnya yang sangat sederhana dan bersahaja itu. Dalam kasus ini, seperti disimpulkan Bung Hatta, barang-barang produksi kota banyak yang tidak terjual.
Ini pula yang menjadi dasar bagi Bung Hatta menolak gagasan idealis kaum aristokrat feudal, yang bermimpi mengembalikan kehidupan desa seperti di jaman abad pertengahan: serba sederhana, subsisten, dan melarat.
Bagi Bung Hatta, solusi pembangunan desa, supaya terhubung dengan kota, adalah merasionalisasi dan mengintensifkan perekonomian desa. Di sini, bagi Bung Hatta, jalan keluar pembangunan di desa adalah modernisasi.
Dengan begitu, dalam konsep Bung Hatta, masyarakat bisa meningkatkan produktifitas, sekaligus mendapat banyak nilai tambah untuk kesejahteraannya, dan hal itu akan menopang pula ekonomi industri di kota yang pasarnya bergantung di desa.
Sebetulnya Bung Hatta membahas soal ini terkait dengan politik harga beras. Tapi, saya akan membahas politik harga beras ala Bung Hatta itu di artikel tersendiri.

Sumber: http://www.berdikarionline.com

Thursday, December 12, 2013

Fungsi keluarga

gambar: www.inhilklik.com
  1. Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.
  2. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga.
  3. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.
  4. Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak.

A.Peran dan Fungsi Keluarga
  • Modelling,
orangtua merupakan panutan anak-anaknya. mempengaruhi secara kuat dalam hal keteladanan, positif ataupun negatif. dijadikan teladan oleh anak. menjadi pola pembentukan “Way of Life” atau gaya hidup anak.
  • Mentoring,
artinya kemampuan untuk menjalin atau membangun hubungan, menanamkan kasih sayang kepada orang lain, atau pemberian perlindungan kepada orang lain secara mendalam, jujur dan tanpa syarat.
  • Organizing,
keluarga memerlukan kerjasama tim dalam menyelesaikan permasalahan, tugas, atau memenuhi kebutuhan keluarga.
  • Teaching,
Orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang hukum-hukum atau prinsip dasar kehidupan.

B.Fungsi Keluarga

a.Fungsi biologis
b.Fungsi afeksi/psikologis
c.Fungsi ekonomi
d.Fungsi sosialisasi
e.Fungsi pendidikan
f.Fungsi rekreasi
g.Fungsi keagamaan
h.Fungsi perlindungan
C.Penyebab munculnya masalah dalamkeluarga
1.Kurangnya kemampuan berinteraksi  antar pribadi dan
2.Kurangnya komitmen terhadap keluarga
3.Peran yang kurang jelas dari 
4.Kurangnya kestabilan lingkungan

Makna Hari ibu

Gambar by:google.com 

Sedikit mau membahas soal Hari Ibu yang di Indonesia ini diperingati setiap tanggal 22 Desember.
Bahwa sebenarnya makna Hari Ibu ini telah bergeser dari makna yang sebenarnya, tak sesuai dengan sejarah Hari Ibu di Indonesia, dan tak sesuai dengan misi sejatinya.
Lalu apa makna Hari Ibu yang sebenarnya.??

Terlepas dari hal tersebut, apakah kita harus selalu mengistimewakan ibu/wanita di Hari Ibu saja.??
Dalam pandangan Islam, wanita memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Dan tidak ada hari khusus untuk mengistimewakan wanita. Diantara keistimewaan wanita adalah sbb:
- Wanita yang sholehah (baik) itu lebih baik dari 70 orang pria yang sholeh,
- Surga di bawah telapak kaki ibu,
Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap pria?” tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. “Ibunya.”
- Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun)
dan masih banyak keistimewaan wanita lainnya.
Karena itulah seyogyanya kita harus bisa memuliakan dan menghormati wanita/ibu kita. Islam begitu mengistimewakan seorang ibu, seperti yang banyak kita temui di dalam Al-Qur'an dan Hadits, serta kisah-kisah teladan.
Jika kita mengingat pengorbanan seorang ibu, mustahil dapat kita hitung dan mengganti seluruh pengorbanannya. Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Seandainya kita diberi kemampuan membayar setiap tetes ASI, tidak akan ada seorang pun yang dapat melunasi jasa ibu seumur hidup kita"
Setidaknya selama kita masih diberi kesehatan, dan kesempatan untuk merawat ibu kita (jika masih hidup) maka rawat dan jagalah orang tua kita. Sebagaimana mereka merawat kita sejak kecil.

Kembali mengenai makna Hari Ibu..
Berikut aku kutip catatan dari web Suara Merdeka..

Salah Kaprah Makna Hari Ibu

"Memaknai Hari Ibu tidaklah sulit, tetapi menjadi sulit ketika kita justru mengaburkan makna yang sesungguhnya"

PADA beberapa dekade lalu, saya selalu mengenal 12 bulan dalam setahun, dan ada dua yang khas disebut sebagai ”bulan perempuan”. Maksudnya, hanya pada dua bulan itulah perempuan diingat bahwa dia ada, yakni April dan Desember.

Sekarang saya rasakan, betapa besar peran media untuk menghapus dua bulan perempuan itu menjadi ”setiap bulan adalah milik perempuan” juga. Media sudah merepresentasikan identitas perempuan di rubrik atau halaman tertentu, sehingga ketika kita mau menulis tentang hal yang terkait dengan perempuan, tidak harus menunggu datangnya ”bulan perempuan”.

Kegelisahan muncul, ketika setiap April dan Desember ada hiruk-pikuk peringatan Hari Kartini dan Hari Ibu. Kehirukpikukan itu identik dengan keribetan memakai sanggul dan lomba-lomba kegiatan domestik lain.

Kegelisahan pertama, tentang makna emansipasi tiap 21 April. Selalu di media massa, baik cetak maupun elektronik, yang muncul adalah kegiatan memakai kebaya dan tetek bengeknya, juga ekspose besar-besaran mengenai kesamaan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya kalau ada sopir taksi laki-laki, dieksposelah sopir taksi perempuan, ada tukang tambal ban laki-laki ditampilkan tukang tambal ban perempuan. Demikian pula untuk jenis pekerjaan lain seperti pilot, sopir bus, dan lain-lain.

Semuanya itu, konon, dimaknai sebagai ”penanda”  emansipasi. Padahal emansipasi jelas berbeda dari partisipasi. Partisipasi lebih pada objektivitas dan keturutsertaan dalam kancah pembangunan, sedangkan emansipasi lebih pada pilihan subjektif individu. Artinya, jika perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga yang baik, mengurus anak dan suami dengan sepenuh hati tanpa dipaksa siapa pun meskipun dia berpendidikan tinggi, ya itulah emansipasi dia. Sebaliknya, perempuan yang memilih sesuai dengan pilihan hati untuk berkiprah di dunia publik, mengembangkan karier dan ilmu, ya itulah emansipasi dia.

Demikian pula perempuan yang memadukan keduanya, itu adalah pilihan nuraninya, dan itulah emansipasi. Bukan pada substansi sama rata - sama rasa, karena setara tidak harus sama. Karenanya, tidak lantas kemudian emansipasi dimaknai ”jika laki-laki bisa memanjat pohon kelapa maka perempuan juga harus bisa’’. Yang mengharuskan siapa?

Kegelisahan kedua, ketika kita merayakan Hari Ibu tiap 22 Desember, pastilah yang muncul selalu lomba-lomba terkait dengan kegiatan domestik perempuan, bahkan ada lomba sepak bola memakai daster untuk bapak-bapak. Padahal jauh sebelumnya ketika  22 Desember dikukuhkan sebagai Hari Ibu, asal mulanya bukanlah kegiatan seperti itu.

Jauh sebelum itu, pada 22 Desember 1928 yang akhirnya dicanangkan sebagai Hari Ibu, kiprah perempuan adalah dalam bidang politik untuk bangsa ini, bukan pada kiprah domestik berbau sanggul dan dapur.

Keterlibatan Perempuan

Kolonialisme telah melahirkan organisasi kebangsaan seperti Budi Oetomo dan Partai Nasional Indonesia. Rangkaian sejarah tersebut membawa pengaruh baik langsung maupun tidak langsung bagi keterlibatan perempuan Indonesia dalam perjuangan bangsa. Kemudian diikuti lahirnya berbagai organisasi wanita. Bahkan sebelum Sumpah Pemuda pun telah banyak muncul organisasi perempuan yang politis seperti Wanito Utomo, Wanito Mulyo, Wanita Katholik, Putri Budi Sejati, dan banyak lagi lainnya.

Kesadaran politik bagi perempuan juga telah melahirkan Kongres I Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada 22 Desember 1928. Kongres yang dilaksanakan tiap 22 Desember itu sampai dengan 1943, sebenarnya adalah kongres yang menghasilkan keputusan-keputusan politik penting Jauh dari hiruk-pikuk segala macam stereotipe khas perempuan.

Pada Kongres II Perempuan dihasilkan ”Passief Kiesrecht” untuk kaum perempuan. Pandangan bahwa perempuan tidak pantas berpolitik, berubah ketika pada 1941 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Komisi Visman untuk menyelidiki keinginan bangsa Indonesia mengenai perubahan ketatanegaraan. Pada waktu itu, dua perempuan yaitu Nyonya Soenaryo Mangunpuspito mengajukan tuntutan Indonesia berparlemen, dan Nyonya Sri Mangoensarkoro menuntut Indonesia merdeka.

Namun sekarang ini, ketika tiap 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu, yang muncul justru peneguhan image stereotipe perempuan. Pada tanggal itu selalu diadakan berbagai lomba memasak, memasang sangggul, memasak oleh para bapak, merangkai bunga, menggulung stagen, merias tanpa kaca, dan segudang kegiatan lain yang jauh dari bidang proses pengambilan keputusan politik negara.

Sangat ironis memang, seolah-olah perempuan ditarik mundur ke belakang dan dimasukkan kembali ke dunia domestik. Hal itu bisa terjadi karena kenyataan sejarah pergerakan perempuan jarang disentuh dan jarang dijadikan semangat untuk menguatkan argumentasi bahwa kalau pada waktu itu saja perempuan dapat kerkiprah dalam dunia politik, mengapa sekarang justru tidak?

Bukan berarti saat ini tidak ada perempuan yang menjadi tokoh politik, tetapi apakah jumlah dan kualitasnya sudah seperti diharapkan? Jumlah yang sedikit itu juga belum semuanya mempunyai sensitivitas gender. Atau kalau pun telah mempunyai kepekaan dan perspektif gender dalam setiap ide dan kebijakan politiknya, kembali mereka menghadapi tembok tebal berbagai faktor untuk mewujudkannya.

Memaknai Hari Ibu tidaklah sulit, akan tetapi menjadi sulit ketika kita justru mengaburkan makna yang sesungguhnya. (10)


— Prof Dr Tri Marhaeni Pudji Astuti MHumguru besar Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Unnes Semarang
  



link sumber: http://aji-yulianto.blogspot.com/2011/12/makna-hari-ibu.html

Makna HKSN

Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
Oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai Dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial (Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, dikembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara yaitu Masyarakat Sejahtera.
Sebagai nilai dasar kesejahteraan sosial, kesetiakawanan sosial harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual bangsa dan diimplementasikan dalam wujud nyata dalam kehidupan kita.
Kesetiakawanan sosial merupakan nilai yang bermakna bagi setiap bangsa. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia pada hakekatnya telah ada sejak jaman nenek moyang kita jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka yang kemudian dikenal sebagai bangsa Indonesia.
Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial tersebut dalam perjalanan kehidupan bangsa kita telah teruji dalam berbagai peristiwa sejarah, dengan puncak manifestasinya terwujud dalam tindak dan sikap berdasarkan rasa kebersamaan dari seluruh bangsa Indonesia pada saat menghadapi ancaman dari penjajah yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa.
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan berkat semangat kesetiakawanan sosial yang tinggi. Oleh karena itu, semangat kesetiakawanan sosial harus senantiasa ditanamkan, ditingkatkan dan dikukuhkan melalui berbagai kegiatan termasuk peringatan HKSN setiap tahunnya.
HKSN yang kita peringati merupakan ungkapan rasa syukur dan hormat atas keberhasilan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam menghadapi berbagai ancaman bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa kita. Peringatan HKSN yang kita laksanakan setiap tanggal 20 Desember juga merupakan upaya untuk mengenang kembali, menghayati dan meneladani semangat nilai persatuan dan kesatuan, nilai kegotong-royongan, nilai kebersamaan, dan nilai kekeluargaan seluruh rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan.
Saat ini kita tidak lagi melakukan perjuangan secara fisik untuk mengusir penjajah, namun yang kita hadapi sekarang adalah peperangan menghadapi berbagai permasalahan sosial yang menimpa bangsa Indonesia seperti kemiskinan, keterlantaran, kesenjangan sosial, konflik SARA di beberapa daerah, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, tsunami, kekeringan, dll), serta ketidakadilan dan masalah-masalah lainnya.
Sesuai tuntutan saat ini, dengan memperhatikan potensi dan kemampuan bangsa kita, maka peringatan HKSN ini yang merupakan pengejewantahan dari realisasi konkrit semangat kesetiakawanan sosial masyarakat. Dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai dukungan dan peran aktif dari seluruh komponen/elemen bangsa, bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja melainkan tanggung jawab bersama secara kolektif seluruh masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, makna nilai kesetiakawanan sosial sebagai sikap dan perilaku masyarakat dikaitkan dengan peringatan HKSN ditujukan pada upaya membantu dan memecahkan berbagai permasalahan sosial bangsa dengan cara mendayagunakan peran aktif masyarakat secara luas, terorganisir dan berkelanjutan. Dengan demikian kesetiakawanan sosial masih akan tumbuh dan melekat dalam diri bangsa Indonesia yang dilandasi oleh nilai-nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai-nilai kesetiakawanan itu sendiri dalam wawasan kebangsaan mewujudkan kebersamaan : hidup sejahtera, mati masuk surga, bersama membangun bangsa.

KESETIAKAWANAN SOSIAL SEBAGAI GERAKAN NASIONAL

Peringatan HKSN menjadi momentum yang sangat strategis sebagai upaya untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kesetiakawanan sosial sebagai suatu gerakan nasional sesuai dengan kondisi dan tantangan jaman, kesetiakawanan sosial yang menembus baik lintas golongan dan paradaban maupun lintas SARA harus terus menggelora terimplementasi sepanjang masa, dengan demikian akan berwujud ”There is No Day Whithout Solidarity” (tiada hari tanpa kesetiakawanan sosial), kesetiakawanan sosial tidak berhenti pada harinya HKSN yang diperingati setiap tanggal 20 Desember di Tingkat Pusat, Provinsi dan Kab/Kota serta oleh seluruh lapisan masyarakat berkelanjutan selamanya dan sepanjang masa.
Kesetiakawanan sosial sebagai pengejewantahan dari sikap, perilaku dan jati diri bangsa Indonesia akan dapat menjadi modal yang besar dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi bangsa ini secara bertahap untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh tanah air, apabila nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai kesetiakawanan itu melekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk menindaklanjuti Gerakan Nasional Kesetiakawanan Sosial, jejaring kerja, kolaborasi dengan seluruh komponen bangsa dalam hal ini masyarakat dan dunia usaha yang setara diartikannya.

sumber: http://www.kemsos.go.id

Wednesday, December 11, 2013

Manfaat PKH



Apa hak peserta PKH? Hak peserta PKH adalah:
  1. Menerima bantuan uang tunai. 
  2. Menerima pelayanan kesehatan (ibu dan bayi) di Puskemas, Posyandu, Polindes, dan lain-lain sesuai ketentuan yang berlaku.
  3. Menerima pelayanan pendidikan bagi anak usia wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sesuai ketentuan yang berlaku (SD/MI).
  4. Menerima pelayanan pendidikan bagi anak usia wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sesuai ketentuan yang berlaku (SMP/MTs).

Thursday, December 5, 2013

AYO MENGENAL PROGRAM PKH



MARI KITA MENGENAL PROGRAM PKH



SEKILAS TENTANG PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)
Program keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.

PKH merupakan program lintas Kementerian dan Lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Untuk mensukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank.


Program Keluarga Harapan (PKH) sebenamya telah dilaksanakan di berbagai negara, khususnya negara-negara Amerika Latin dengan nama program yang bervariasi. Namun secara konseptual, istilah aslinya adalah Conditional Cash Transfers (CCT), yang diterjemahkan menjadi Bantuan Tunai Bersyarat. Program ini "bukan" dimaksudkan sebagai kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.


APA ARTI PROGRAM KELUARGA HARAPAN?
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RSTM), jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan.

Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas: (1) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; (2) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM; (3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; (4) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.

SIAPAKAH SASARAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN?
Sasaran atau Penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah lbu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Untuk itu, orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum di Kartu PKH.
Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar; (2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitats kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi lbu Hamil

KOMPONEN APA SAJA YANG MENJADI FOKUS PROGRAM KELUARGA HARAPAN?
Dalam pengertian PKH jelas disebutkan bahwa komponen yang menjadi fokus utama adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH Kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan, dan bukan pengobatan).

Seluruh peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan gratis yang disediakan oleh program Askeskin dan program lain yang diperuntukkan bagi orang tidak mampu. Karenanya, kartu PKH bisa digunakan sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan tersebut.
Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin.

Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-kurangnya 85% waktu tatap muka.
Setiap anak peserta PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH BUKANLAH pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah.
MENGAPA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DIPERLUKAN?
Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok masyarakat sangat miskin. Dalam jangka pendek, bantuan ini membantu mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang, dengan mensyaratkan keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi balita, memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antargenerasi.

BERAPA BESAR BANTUANNYA?
Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan.
Skenario Bantuan
Bantuan per RTSM per tahun
Bantuan tetap
Rp. 300.000
Bantuan bagi RTSM yang memiliki:

Rp. 800.000

a. Anak usia di bawah 6 tahun
b. Ibu hamil/menyusui
c. Anak usia SD/MI
d. Anak usia SMP/MTs

Bantuan minimum per RTSM
Bantuan maksimum per RTSM
Rp. 1.000.000
Rp. 1.000.000
Rp. 500.000
Rp. 1.000.000
Rp. 800.000
Rp. 2.800.000
Catatan:
Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak. Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per tahun.
KAPAN DAN DI MANA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DILAKSANAKAN?
PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, setidaknya hingga tahun 2015. Tahun 2007 merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperiukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat.

Pada tahun 2007 ini akan dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 500.000 RTMS. Ketujuh provinsi tersebut adalah: Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur.

Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas.
PIHAK MANA SAJAKAH YANG TERKAIT DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN?
PKH dilaksanakan oleh UPPKH Pusat, UPPKH Kabupaten/Kota dan Pendamping PKH.
Masing-masing pelaksana memegang peran penting dalam menjamin keberhasilan PKH. Mereka adalah:
UPPKH Pusat - merupakan badan yang merancang dan mengelola persiapan dan pelaksanaan program. UPPKH Pusat juga melakukan pengawasan perkembangan yang terjadi di tingkat daerah serta menyediakan bantuan yang dibutuhkan.

UPPKH Kab/Kota - melaksanakan program dan memastikan bahwa alur informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik dan lancar. UPPKH Kab/Kota juga berperan dalam mengelola dan mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan

Pendamping - merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak­pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. Tugas Pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya.

Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim Koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung.

Selain tim ini, juga terdapat lembaga lain di luar struktur yang berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan PKH, yaitu lembaga pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan di tiap kecamatan dimana PKH dilaksanakan.

BAGAIMANA PERAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN?
Pendamping merupakan aktor penting dalam mensukseskan PKH. Pendamping adalah pelaksana PKH di tingkat kecamatan. Pendamping diperlukan karena:
1. Sebagian besar orang miskin tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki suara dan kemampuan untuk memperjuangkan hak mereka yang sesungguhnya. Mereka membutuhkan pejuang yang menyuarakan mereka, yang membantu mereka mendapatkan hak.
2. UPPKH Kabupaten/Kota tidak memiliki kemampuan melakukan tugasnya di seluruh tingkat kecamatan dalam waktu bersamaan. Petugas yang dimiliki sangat terbatas sehingga amatlah sulit mendeteksi segala macam permasalahan dan melakukan tindak lanjut dalam waktu cepat. Jadi pendamping sangat dibutuhkan. Pendamping adalah pancaindera PKH.

Jumlah pendamping disesuaikan dengan jumlah peserta PKH yang terdaftar di setiap kecamatan. Sebagai acuan, setiap pendamping mendampingi kurang lebih 375 RTSM peserta PKH. Selanjutnya tiap-tiap 3-4 pendamping akan dikelola oleh satu koordinator pendamping. Pendamping menghabiskan sebagian besar waktunya dengan melakukan kegiatan di lapangan, yaitu mengadakan pertemuan dengan Ketua Kelompok, berkunjung dan berdiskusi dengan petugas pemberi pelayanan kesehatan, pendidikan, pemuka daerah maupun dengan peserta itu sendiri. Pendamping juga bisa ditemui di UPPKH Kabupaten/Kota, karena paling tidak sebulan sekali untuk menyampaikan pembaharuan dan perkembangan yang terjadi di tingkat kecamatan.

Lokasi kantor pendamping sendiri terletak di UPPKH Kecamatan yang berada di kantor camat, atau di kantor yang dekat dengan PT POS daniatau kantor kecamatan di wilayah yang memiliki peserta PKH. Di sini pendamping melakukan berbagai tugas utama lainnya, seperti: membuat laporan, memperbaharui dan menyimpan formulir serta kegiatan rutin administrasi lainnya.

Secara kelembagaan, Pendamping melaporkan seluruh kegiatan dan permasalahannya ke UPPKH Kabupaten/Kota. Pendamping memiliki tugas yang sangat penting dalam pelaksanaan program di lapangan, yaitu:

1. Tugas Persiapan Program
Tugas persiapan program meliputi pekerjaan yang harus dilakukan Pendamping untuk mempersiapkan pelaksanaan program. Kegiatan ini dilaksanakan sebelum pembayaran pertama diberikan kepada penerima manfaat.
· Menyelenggarakan pertemuan awal dengan seluruh peserta PKH;
· Menginformasikan (sosialisasi) program kepada RTSM peserta PKH dan mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum;
· Mengelompkan peserta kedalam kelompok yang teridiri atas 20-25 peserta PKH untuk mempermudahkan tugas pendampingan;
· Memfasilitasi pemilihan Ketua Kelompok ibu-ibu peserta PKH (selanjutnya disebut Ketua Kelompok saja);
· Membantu peserta PKH dalam mengisi Formulir Klarifikasi data dan menandatangani surat persetujuan serta mengirim formulir terisi kepada UPPKH Kabupaten/Kota;
· Mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan awal ke Puskesmas dan pendaftaran sekolah.

2. Tugas Rutin:
· Menerima pemutakhiran data peserta PKH dan mengirimkan formulir pemutakhiran data tersebut ke UPPKH Kabupaten/kota;
· Menerima pengaduan dari Ketua Kelompok dan/atau peserta PKH serta dibawah koordinasi UPPKH Kabupaten/Kota melakukan tindaklanjut atas pengaduan yang diterima (Lihat Pedoman Operasional Sistem Pengaduan Masyarakat)
• Melakukan kunjungan insidentil khususnya kepada peserta PKH yang tidak memenuhi komitmen;
· Melakukan pertemuan dengan semua peserta setiap enam bulan untuk re-sosialisasi (program dan kemajuan/perubahan dalam program)
· Melakukan koordinasi dengan aparat setempat dan pemberi pelayanan pendidikan dan kesehatan;
· Melakukan pertemuan bulanan dengan Ketua Kelompok;
· Melakukan pertemuan bulanan dengan Pelayan Kesehatan dan Pendidikan di lokasi pelayanan terkait.
· Melakukan pertemuan triwulan dan tiap semester dengan seluruh pelaksana kegiatan: UPPKH Daerah, Pendamping, Pelayan Kesehatan dan Pendidikan.

Ada beberapa kegiatan pokok yang harus dilakukan pendamping PKH, yaitu: 1. Pertemuan Awal
Tahap pertama yang dilakukan oleh pendamping adalah melakukan pertemuan terbuka dengan calon peserta PKH. Dalam pertemuan itu dilakukan kegiatan sosialisasi program mengenai manfaat program dan bagaimana berpartisipasi dalam program.

Keluarga yang dipilih mengikuti program dikumpulkan dan diberi arahan untuk membentuk kelompok-kelompok ibu yang terdiri dari lebih kurang 25 orang dalam satu kelompok. Kelompok ini kemudian memilih ketua kelompok ibu penerima sebagai koordinator kelompok dan menetapkan jadwal pertemuan rutin kelompok untuk berdiskusi bersama dalam menjalankan program.

Pada pertemuan ini juga dilakukan pemeriksaan formulir yang digunakan sebagai alat verifikasi keikutsertaan, antara lain pemeriksaan akta lahir anak (dan membantu pengadaannya jika belum tersedia), penyusunan jadwal kunjungan, dan sebagainya.

2. Mendampingi Proses Pembayaran
Pada dasarnya pendamping tidak melakukan kegiatan apapun kecuali pengamatan dan pengawasan selama proses pembayaran beriangsung. Namun begitu, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pendamping sebelum kegiatan berjalan agar proses berlangsung aman dan terkendali, yaitu:
a. Pergi ke Kantor Pos untuk meminta jadwal pembayaran dan mendata penerima manfaat yang merupakan kelompok binaannya.
b. Menginformasikan Ketua Kelompok mengenai jadwal dan memastikan bahwa pembayaran diterima oleh orang yang tepat pada waktu yang telah ditentukan.

3. Berdiskusi Dalam Kelompok
Kegiatan yang tak kalah penting adalah menyusun agenda dan mengadakan pertemuan dengan ketua kelompok ibu penerima untuk berdiskusi dan menampung pengaduan, keluhan, perubahan status maupun menjawab pertanyaan seputar program. Pada pertemuan ini juga dilakukan sosialisasi informasi mengenai pentingnya pendidikan dan kesehatan ibu dan anak, tips praktis dan murah bagi kesehatan keluarga serta pentingnya sanitasi dan nutrisi untuk meningkatkan mutu keluarga.
4. Pendampingan Rutin
Selanjutnya, jadwal pendampingan dilakukan rutin dan ditetapkan selama 4 hari kerja (Senin­Kamis). Kegiatan yang dilakukan selama itu antara lain melakukan kunjungan ke unit pelayanan kesehatan dan pendidikan, mengunjungi keluarga untuk membantu mereka dalam proses mendaftarkan anak-anak ke sekolah, mengurus akta lahir maupun memeriksa rutin ke puskesmas.

5. Berkunjung Ke Rumah Penerima Bantuan
Jika pada pertemuan ada peserta PKH yang tidak bisa datang karena alasan tertentu seperti: lokasi yang sangat jauh dari tempat pertemuan, sibuk mengurus anak, sakit, atau tidak mampu memenuhi komitmen dikarenakan alasan-alasan tertentu, maka perlu dilakukan kunjungan ke rumah peserta tersebut untuk memudahkan proses (lihat Buku Pedoman Pengaduan)

6. Memfasilitasi Proses Pengaduan
Pendamping menerima, menyelesaikan maupun meneruskan pengaduan ke tingkat yang lebih tinggi sehingga dapat dicapai solusi yang mampu meningkatkan mutu program.

7. Mengunjungi Penyedia Layanan
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan vital keberlangsungan maupun peningkatan mutu PKH. Pendamping memantau kelancaran dan kelayakan kegiatan pelayanan, mengantisipasi permasalahan yang ada dalam program sehingga bisa melakukan tindakan yang sifatnya mencegah kegagalan kelancaran program ketimbang memperbaikinya.

8. Melakukan Konsolidasi
Pada hari Jum''at, para pendamping melakukan koordinasi dengan sesama pendamping dan tim lain. Laporan dan tindak lanjut juga dianalisa dan ditindaklanjuti pada hari ini agar terjadi peningkatan mutu program.

9. Meningkatkan Kapasitas Diri
Untuk meningkatkan mutu program dan mutu pendamping itu sendiri, juga diadakan diskusi dan pertemuan rutin (minimal sebulan sekali) baik itu antarkecamatan maupun didalam kecamatan sendiri sebagai upaya menampung pelajaran berarti (lesson learned & best practices) yang bisa digunakan oleh pendamping lain agar mempermudah pekerjaan dan menghadapi kasus-kasus harian di lapangan.

Setiap individu yang melakukan usaha menuju perbaikan dan pengembangan memerlukan penghargaan untuk menunjukkan bahwa upaya yang dilakukannya dihargai. Penghargaan ini diharapkan dapat memicu kinerja yang lebih baik dan memotivasi lingkungannya menghasilkan produktivitas yang sekurang-kurangnya sama dengan yang telah diraihnya. Sanksi adalah tindakan yang diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari perbuatan sengaja melanggar koridor aturan dan ketentuan yang telah dibuat dan disepakati dalam sebuah lembaga. Sanksi diberikan agar yang bersangkutan maupun orang yang mengetahuinya tidak mengulangi perbuatan yang merugikan lembaga, lingkungannya maupun dirinya sendiri. lni juga merupakan alat pembelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama.


Sumber: http://tnp2k.go.id/

Wednesday, December 4, 2013

Pengertian PKH


PENGERTIAN PKH 

Program Keluarga Harapan atau disingkat PKH adalah program perlindungan sosial melalui pemberian uang tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin/Keluarga Sangat Miskin, selama Rumah TanggaKeluarga tersebut memenuhi kewajibannya.

HAK PESERTA PKH

  1. Mendapat bantuan tunai sesuai persyaratan.
  2. Mendapat pelayanan kesehatan di penyedia pelayanan kesehatan (Puskesmas, Posyandu, Polindes, dsb)
  3. Mendapat pelayanan pendidikan bagi anak usia wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar,  melalui program pendidikan formal, informal maupun non formal.
  4. Peserta PKH diikutsertakan pada Program bantuan sosial lainnya (Jamkesmas, BSM, Raskin, Kube, BLSM)


Ad Placement

Kesehatan

Pendidikan

Sosial Budaya