Kini, Kabupaten Bekasi di usianya yang
ke-57 tahun, banyak perubahan yang telah terjadi dari masa ke masa.
Menelusuri jejak sejarah Kabupaten Bekasi, terungkap dalam rangkaian
periodisasi kesejarahan sebagai berikut:
(1) Masa Kerajaan.
(2) Masa Penjajahan Belanda.
(3) Masa Pendudukan Jepang
(4) Masa Persiapan Kemerdekaan
(5) Masa Terbentuknya Kabupaten Bekasi
(6) Masa Pemberontakan PKI
(7) Masa Pembangunan
(1) MASA KERAJAAN
A. Masa Kerajaan Tarumanegara
Daerah Bekasi berdasarkan beberapa bukti sejarah (berupa Prasasti Tugu,
Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi dan Prasasti
Cidangiang), diduga merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanegara.
Pada masa itu Sang Maharaja Purnawarman telah menggali dua buah# sungai,
yakni sungai Chandrabhaga dan sungai Gomati yang mengindikasikan mulai
dibukanya lahan pertanian yang subur di daerah ini. Kerajaan
Tarumanegara mulai runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serangan
Kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncullah Kerajaan Pajajaran yang
memiliki pengaruh cukup besar terhadap daerah Bekasi.
B. Masa Kerajaan Pajajaran (berdiri tahun 1255 Caka atau 1333 M)
Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran sebagai salah
satu pelabuhan sungai yang ramai dan penting artinya serta asset yang
berharga bagi Kerajaan Pajajaran, karena memiliki akses langsung
terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa. Keramaian Pelabuhan Sunda Kelapa sangat
dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Bekasi yang berfungsi sebagai
pelabuhan transit.
C. Masa Kerajaan Jayakarta
Daerah Bekasi
ketika itu masih tetap merupakan pelabuhan transit bagi pelabuhan Sunda
Kelapa. Periode ini ditandai dengan jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan
Fatahillah (Falatehan) kemudian namanya diganti menjadi Jayakarta
(artinya, kota yang mendapat kemenangan) pada tanggal 22 Juni 1527.
Namun, Jayakarta akhimya jatuh ketangan VOC pada tanggal 30 Mei 1619.
Sejak itulah, Jayakarta diubah namanya menjadi Kota "Batavia" clan
Bekasi menjadi bagian wilayah Batavia.
(2) MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada masa ini ada tiga babak sejarah penting yakni :
(a). Peristiwa Penyerbuan Kerajaan Mataram ke Batavia (1629)
Masa ini cukup memberikan warna sejarah dan sosial-budaya bagi
masyarakat Bekasi. Penyerbuan tentara Mataram ke Batavia telah memberi
peran khusus kepada daerah penyangga dengan dipersiapkannya
lumbung-Iumbung persediaan pangan. Penyerbuan tersebut berpengaruh
terhadap penamaan tempat (diantaranya adalah "Pekopen", "Babelan#"
Kampung Jawa" dan "Saung Ranggon"). Bahasa (karena tentara Mataram tak
hanya berasal dari Jawa Tengah saja, tapi juga Jawa Timur dan Jawa
Barat, maka di Bekasi berkembang bahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau
campurannya) dan karakteristik yang memperkaya seni budaya Bekasi,
seperti Wayang Wong, Wayang Kulit, Calung, Topeng dan lain-lain. Selain
itu juga, kesenian "ujungan" yang merupakan kesenian rakyat menampilkan
keberanian dan keterampilan, dengan instrumentalis yang dinamik dan
humoris, yang menggambarkan jiwa dan semangat masyarakat Bekasi yang
patriotik.
(b). Muncul "Tanah-Tanah Partikelir" pada akhir abad ke - 17 di
Daerah Bekasi dan sekitarnya. Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai
daerah tanah-tanah partekelir dengan beberapa wilayah "Kemandoran" dan
"Kademangan". Sistem penguasaan tanah partekelir ini menimbulkan
kesengsaraan yang amat meresahkan masyarakat. Puncak keresahan tersebut
ditandai dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Petani Bekasi di
Tambun tahun 1869.
(c). Periode Pemerintahan Hindia Belanda.
Sebagai akibat politik ekonomi liberal (Politik Ethis) dan pelaksanaan
Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian menjadi salah satu distrik di
Regentschap Meester Cornelis berdasarkan Staatsblad 1925 No. 383
tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis terbagi menjadi
empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan Cikarang.
Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu ibukota
pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.
(3) MASA PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda takluk pada tanggal 8 Maret 1942 kepada Jepang. Pada
awalnya, Jepang disambut dengan suka cita tetapi kegembiraan rakyat
Bekasi ternyata hanya sekejap mata. Bahkan perlakuan Jepang dirasakan
lebih buruk dibandingkan penjajah sebelumnya diantaranya adanya praktek
romusha (kerja paksa) dan memaksa para pemuda mengikuti propaganda
melalui penetrasi kebudayaan Jepang dan mendirikan Barisan Pemuda Asia
Raya (Seperti Seinendan, Keibodan. Heiho dan tentara Pembela Tanah Air -
PETA). Selain itu. para pemuda Bekasi membentuk juga organisasi lain
seperti Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), (tokohnya Marzuki Urmaini,
Muhayar, Angkut Abu Gozali, M. Husein Kamaly, Gusir) dan badan-badan
perjuangan, diantaranya Markas Perjuangan Hizbullah Sabilillah (MPHS),
yang dipimpin oleh KH. Noer Alie. Jepang pun mengubah sistem
pemerintahan dan penamaannya, diantaranya adalah Regenschap Meester
Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken, dan District Bekasi menjadi
Bekasi Gun.
(4) MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN
Kedatangan
tentara Inggris yang diboncengi NICA (Belanda) memacu pejuang pergerakan
di Indonesia, khususnya Bekasi untuk memperkuat pertahanan di wilayah
sekitar Jakarta. Akibatnya terjadi peristiwa sejarah perjuangan rakyat
Bekasi, sebagai berikut : (1) Rapat Raksasa Ikada; (2) Insiden Kali
Bekasi; (3) TKR di Bekasi; (4) Bekasi Lautan Api; (5) Penggabungan Badan
Perjuangan dan Kelaskaran di Bekasi; (6) Pertempuran di Tambun,
Cibitung, Setu dan Kampung Sawah; (7) Peristiwa Tambun; (8) Gerakan
Plebisit Indonesia baik pada masa agresi militer I dan II dan banyak
lagi peristiwa-peristiwa heroik lainnya. Peristiwa Perjuangan
Kemerdekaan di Bekasi tersebut merupakan gambaran betapa tingginya
patriotisme rakyat Bekasi dalam membela tanah air. Oleh sebab itu.
Bekasi kemudian mendapat gelar terhormat sebagai "Bumi Patriot" karena
kenyataan sejarah membuktikan bahwa Bekasi merupakan daerah front
pertahanan Republik Indonesia yang menjadi saksi kepatriotan para kesuma
bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dilihat dari sisi
pemerintahan, Bekasi pada masa kemerdekaan ini masih merupakan sebuah
kewedanaan di dalam wilayah Kabupaten Jatinegara (1945-1950).
(5) MASA TERBENTUKNYA KABUPATEN BEKASI
Sejarah terbentuknya Kabupaten Bekasi dimulai dengan dibentuknya
"Panitia Amanat Rakyat Bekasi" yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan,
KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang
keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan
RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang
dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17
Pebruari 1950. Menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi : satu:
Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. dua:
Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia. tiga:
Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain
Pemerintahan Republik Indonesia. empat: Menuntut kepada Pemerintah agar
llama Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi.mUpaya para
pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari
berbagai pihak terus dilakukan. Diantaranya mendekati para pemimpin
Masjumi, tokoh militer (Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin)
di Jakarta. Pengajuan usul dilakukan tiga kali antarambulan Pebruari
sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhimya setelah dibicarakan dengan
DPR RIS, dan Mohammad Hatta menyetujuim penggantian nama "Kabupaten
Jatinegara" menjadi "KabupatenBekasi ". Persetujuan pembentukan
Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-undang No.
14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan
tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi. Selanjutnya
pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi semula dipusatkan di
Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan
ke gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak di Bekasi
Kaum JI. Jr. H. Juanda.
Adapun daerah Hukum Kabupaten Jatinegara yang selanjutnya menjadi Kabupaten Bekasi, yaitu :
1. Kewedanaan Bekasi, meliputi :
a. Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cilingcing terdiri atas 3 desa
d. Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa
2. Kewedanaan Tambun, meliputi :
a. Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa
b. Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa
c. Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa
3. Kewedanaan Cikarang, meliputi;
a. Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa
b. Kecamatan Lemah Abang terdiri atas 8 desa
c. Kecamatan Cibarusah terdiri atas 11 desa
4. Kewedanaan Serengseng, meliputi :
a. Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa
Dengan demikian, maka daerah Kabupaten Bekasi menurut wilayah
administrasi pemerintahan meliputi 4 kewedaan dengan 13 kecamatan yang
terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan ini
terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus 1962 dengan
sesanti. "SWATANTRA WIBAWA MUKTI" yang diartikan sebagai "Daerah yang
Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan Jaya-Makmur".
(6) MASA PEMBERONTAKAN PKI
Periode ini ditandai dengan terjadinya upaya dominasi komunis
diberbagai daerah dengan tokoh utama PKI Bekasi, Abbas Djunaedi dan
Peristiwa G 30 S / PKI, serta upaya pemberantasan PKI oleh rakyat dan
pemuda Bekasi serta pihak keamanan yang bersatu padu menjaga keutuhan
bangsa dari rongrongan komunisme, diantaranya dibentuknya Komando Aksi
Tumpas (tokoh utamanya adalah Ki Agus Abdurachman (Pemuda Pancasila),
Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurachman Mufti, Ateng Siroj,
Muhtadi Muchtar (PH) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila)
serta tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU,
IPM dan lain-lain), serta Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia
(KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan Damanhuri Husein
sebagai sekretaris.
(7) MASA PEMBANGUNAN
Sebelum
dilaksanakannya, Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap Pertama (Repelita
I) tahun 1969 - 1974 kondisi daerah Kabupaten Bekasi masih sangat
memprihatinkan; kemampuan pemerintah daerah sangat terbatas, sedangkan
keadaan masyarakat sangat tertinggal dan miskin, lebih dari itu kondisi
infra struktur, seperti jalan, jembatan, pengairan, listrik, bahkan
prasarana pendidikan dan kesehatan sangat minim. Dengan demikian pilihan
prioritas untuk memulai pembangunan menjadi cukup sulit Pada awal
dasawarsa enam puluhan Pemerintah Pusat memulai pembangunan Saluran
Induk Tarum Barat sebagai bagian dari jaringan irigasi Jatiluhur.
Pekerjaan tersebut diawali dengan pembuatan saluran primer, kemudian
saluran-saluran sekunder dan terakhir saluran-saluran tertier. Sebagian
besar dilakukan dengan pola Padat Karya, sehingga sekaligus bisa
mendatangkan penghasilan bagi masyarakat. Memasuki tahapan pembangunan
lima tahun pertama, yaitu semasa kepemimpinan Bupati M. Soekat Soebandi,
Pemerintah Pusat mulai meluncurkan bantuan berturut-turut; tahun 1969
berupa Inpres Bantuan Pembangunan Desa Rp. 100.000,- per desa, tahun
1970 berupa Inpres bantuan prasarana jalan dan jembatan Rp. 50,- per
kapita, tahun 1972 berupa Inpres Bantuan Pembangunan Gedung Sekolah
Dasar dan tahun 1973 disusul pula dengan Inpres Bantuan Pembangunan
Prasarana dan Penyediaan Sarana Kesehatan. Pada tahun 1971 telah
dibentuk pula Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (BAPPEMKA) Bekasi
dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 1/1971, yang sekarang dikenal
sebagai Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bekasi.
Tahapan Pembangunan Lima Tahun Kedua dan Ketiga praktis sepenuhnya di
bawah kepemimpinan Bupati H. Abdul Fatah. Pada masa itu seluruh
pekerjaan jaringan Irigasi Tarum Barat telah rampung dan dapat mengairi
secara teknis dan setengah teknis areal pesawahan seluas 30.000 Ha, dari
luas keseluruhan 87.000 Ha. Bersamaan dengan itu dilaksanakan pula
Program Bimas, Inmas, Inmum, Insus, dan pencetakan sawah yang disertai
dengan pemberian kredit usaha tani. Hasilnya setiap tahun Daerah
Kabupaten Bekasi mengalami surplus gabah, sehingga dapat menyumbang
stock nasional dan sekaligus mendudukannya menjadi salah satu lumbung
padi Jawa Barat.
Mulai tahun 1974 dikembangkan pula kebijakan
perencanaan Jabotabek, dan Kabupaten Bekasi terkait di dalamnya sebagai
salah satu daerah penyangga dalam system Metropolitan Jabotabek dan
mendapat fungsi untuk pengembangan industri dan permukiman dengan tetap
mempertahankan fungsi pertanian. Dengan dilaksanakanya kebijakan
tersebut, investasi disektor industri dan pemukiman, baik PMA, PMDA,
maupun swasta nasional menjadi luas, sehingga membuka lapangan kerja dan
kesempatan berusaha yang besar bagi masyarakat. Kedua momentum
pembangunan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Pimpinan Daerah H.
Abdul Fatah, sehingga pendapatan daerah melonjak tajam dan seiring
dengan itu kesejahteraan masyarakat meningkat. Pada masa itu dibangun
Kantor Pemerintah Daerah yang baru di Jalan A. Yani No. 1 Bekasi,
dibangun pula stadion, gedung olahraga dan monument daerah, serta
fasilitas-fasilitas umum lainnya. Pembangunan infra struktur pun
berlangsung amat cepat. Wal hasil berbagai kondisi tersebut saling
bersinergi satu sama lain sehingga kiprah pembangunan di Kabupaten
Bekasi menjadi sangat pesat. Terkenal pada saat itu Motto pembangunan
yang dicanangkan Bupati H. Abdul Fatah : setitik air dan sejengkal tanah
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Setelah
selesai pengabdian dipemerintahan, beliau melanjutkan pengabdiannya di
masyarakat dengan memimpin Yayasan Pendidikan Islam Empat Lima dan
mendirikan Universitas Islam 45 (UNISMA). Tahapan Pembangunan Lima Tahun
Keempat dan Kelima bertepatan dengan masa kepemimpinan Bupati H. Suko
Martono. Pada masa itu pembangunan disektor pertanian tetap signifikan.
Namun perhatian yang lebih besar diberikan pula kepada sector industri
dan pemukiman. Disamping itu perhatian yang besar juga dilakukan
terhadap sektor perpasaran, yakni dengan melakukan renovasi dan
pembangunan pasar-pasar tradisional, serta memfasilitasi pembangunan
disektor keagamaan ditandai secara monumental dengan pembangunan Islamic
Centre dan pendirian Yayasan Nurul Iman yang sampai saat ini dikelola
beliau. Tahap Pembangunan Lima Tahun Keenam bertepatan dengan
kepemimpinan Bupati H. Mochammad Djamhari. Beliau memulai kiprah
pembangunannya dengan Motto "Back to Village" (Kembali kedesa) dengan
mengadakan berbagai proyek-proyek percontohan disektor pertanian.
Disamping itu kepada para investor perumahan dikenakan kewajiban untuk
menyediakan fasilitas pendidikan sekolah dasar dan lahan tempat
pemakaman umum. Pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Bekasi
mendorong Kota Administratif Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II
Bekasi.
Dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996 terbentuklah Kotamadya
Daerah Tingkat II Bekasi dengan Ibukota di Bekasi meliputi luas wilayah
21.000 Ha lebih terdiri atas 7 kecamatan, yakni : kecamatan-kecamatan;
Bekasi Utara, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Jatiasih,
Pondokgede dan Bantargebang
Dalam catatan sejarah, nama
"Bekasi" memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut
Poerbatjaraka -, seorang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno - Asal
mula kata Bekasi, secara filosofis, berasal dari kata Chandrabhaga.
Chandra berarti "bulan" (dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan kata Sasi)
dan Bhaga berarti "bagian". Jadi, secara etimologis kata Chandrabhaga
berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi
yang pengucapannya sering disingkat menjadi Bhagasi. Kata Bhagasi ini
dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis "Bacassie" kemudian
berubah menjadi Bekasi hingga kini. Bekasi dikenal sebagai "Bumi
Patriot", yakni sebuah daerah yang dijaga oleh para pembela tanah air.
Mereka berjuang disini sampai titik darah penghabisan untuk
mempertahankan negeri tercinta dan merebut kemerdekaan dari tangan
penjajah. Ballada kepahlawanan tersebut tertulis dengan jelas dalam
setiap bait guratan puisi heroik Pujangga Besar Chairil Anwar yang
berjudul "Krawang - Bekasi".